Jumat, 27 Juli 2012

Kisah di balik lagu " PunkRock jalanan "

PunkRock Jalanan ..
(Terinspirasi dari kisah nyata)

...

Pernahkah andamendengar lagunya ??
Pastikan anda tahu jalan kisahnya.....

Tersebutlah seorang
pemuda berusia 15 tahun.
Namanya Tigor
bersekolah kelas 3 SMP
Kartika Balikpapan. Lahir
di keluarga baik-baik.
Konon ceritanya
keluarganya yang tadinya
kaya-raya mendadak jatuh
miskin karena perusahaan
sang ayah yang bergerak
di bidang kontraktor sipil
gulung tikar. Di tengah
hobinya bergabung
dengan klub BMX, Tigor
tidak dapat memenuhi
kebutuhannya untuk
menyalurkan hobinya itu
lebih dalam…yaitu
memakai barang-barang
bermerk di tubuhnya,
membeli ornamen-
ornamen untuk
sepedanya, dan
sebagainya.
Belum lagi ejekan dari
teman-teman satu klub
yang selalu diterimanya.
Sementara di satu sisi,
terdapat sebuah klub juga
yang menamai diri
mereka ‘street guys‘.
Dalam jiwanya yang labil,
Tigor akhirnya membelot.
Anak-anak ‘street‘ jiwa
kekeluargaannya lebih
besar dibanding anak-anak
BMX yang berasal dari
keluarga ‘berada’. Tigor
mulai merokok, bahkan
untuk anak seusianya yang
masih tergolong belia, ia
sudah mulai mengenal
alkohol. Orang tuanya tak
henti-henti
menasehatinya, tapi
doktrin punk terlalu
kuat…isinya antara lain
“Nazi fuck…polisi anjing…
kita bukan budak, jangan
mau disuruh-suruh…kami
anti kemapanan!!!”. Orang
tuanya hanya bisa
mengurut-urut dada saja
ketika Tigor membantah
sewaktu disuruh
membuang sampah
rumah tangga mereka di
tempat pembuangan
sampah yang tidak begitu
jauh dari rumahnya.
Hingga suatu waktu sang
ayah marah besar ketika
Tigor membentak beliau
hanya karna disuruh pergi
ke warung makan.
Kemarahan sang ayah
membuat Tigor begitu
sakit hati karena Tigor
belum pernah melihat
sang ayah semarah itu
kepadanya. Tigor pergi
dari rumah tanpa
membawa baju ganti
satupun. Ia pergi bersama
kumpulan barunya yaitu
‘street guys‘ ato lebih kita
kenal dengan nama anak
punk yang sesungguhnya
keberadaan mereka
sangat meresahkan
masyarakat sekitar dan
selalu membuat para
polisi jengkel. Di sinilah
petualangan Tigor
dimulai. Bersama
kumpulan barunya ia ikut
mengamen di lampu
merah, jika lapar dan tidak
cukup uang ia
mentegakan dirinya
mengorek-ngorek
tempat sampah demi
mengobati perutnya yang
sangat kelaparan.
Sementara ayah dan
ibunya menangis berhari-
hari di rumah, berharap
Tigor, anak laki-laki satu-
satunya mereka segera
pulang ke rumah. Tigor
memiliki seorang kakak
perempuan yang
kemudian diasuh oleh
tantenya setelah mereka
jatuh miskin. Akhirnya
suatu saat ibunya
mendapati anak lelakinya
itu sedang mengorek
sebuah tong sampah.
Kulitnya bertambah
hitam, tubuh jangkungnya
terlihat semakin kurus,
rambutnya yang hitam
legam bagus berubah
menjadi model mohawk
yang tak beraturan dan
berwarna merah yang
entah mungkin dari cat
rambut murahan. Ibunya
menangis melihat
anaknya itu dan
memintanya pulang ke
rumah. Tapi Tigor tetap
membantah sampai
akhirnya temannya
membujuknya untuk
pulang…dan pulanglah ia.
Ayahnya mulai mengalah
padanya. Motor satu-
satunya yang tersisa di
rumah itu khusus untuk
Tigor pakai. Tigor mulai
mau sekolah lagi, tapi di
akhir pekan, tak ada yang
bisa menghalangi
langkahnya untuk pergi ke
Samarinda, 2 setengah
jam dari Balikpapan waktu
tempuhnya, bersama
anak-anak punk. Namun
ayah dan ibunya tak
begitu khawatir karena di
Samarinda banyak tante-
tante dan sepupunya.
Sampai akhirnya ia
berkenalan dengan
seorang gadis kelas 3
SMP di SMPN 2
Samarinda bernama Liza.
Kebetulan Liza adalah
teman satu sekolah
sepupunya. Tigor pulang
ke Balikpapan dengan hati
berbunga-bunga.
Bertambah rajinlah ia
berkunjung ke Samarinda
karena gadis bernama Liza
ini. Orang tuanya sungguh
khawatir sesuatu terjadi
padanya sepanjang
perjalanan lintas kota itu.
Akhirnya kelulusan tiba
juga. Tigor masuk ke STM
Swasta satu-satunya di
Balikpapan, jurusan
elektro. Belum selesai
cobaan yang harus Tigor
dan keluarganya terima,
berawal dari kecurigaan
kedua orang tuanya kalau
si anak buta warna karena
Tigor sangat susah
membedakan antara
warna merah muda dan
hijau, ditambah lagi
dengan sang ayah adalah
seorang yang buta warna.
Akhirnya keluarga
membawanya ke
puskesmas, namun kata
puskesmas hanyalah
kurang latihan. Oleh
karena itu kedua orang
tuanya tetap nekad
memasukkan ke STM
yang terdekat dari
rumahnya.Namun karena
sudah dilatih berulang-
ulang si Tigor belum juga
bisa menghafal warna-
warna tersebut, dengan
bantuan sang tante,
kemudian Tigor kembali
untuk melakukan
pemeriksaan dan dibawa
ke dokter spesialis mata.
Tigor dinyatakan buta
warna parsial (60%).
Bermaksud baik, sang ibu
membawa surat
pernyataan dari dokter itu
ke pihak sekolahnya agar
anaknya dipindahkan
jurusan ke jurusan
otomotif saja. Ternyata
pihak sekolah malah
beranggapan bahwa anak
buta warna sama sekali
tidak bisa masuk di STM di
jurusan apapun, jadi lebih
baik pindah ke sekolah
umum saja. Padahal STM
tersebut sebelumnya
tidak melakukan test buta
warna terhadap calon-
calon siswanya maupun
meminta surat
pernyataan tidak buta
warna terlebih dahulu
dari para calon siswanya,
seperti yang dilakukan
oleh STM negeri. Di
sekolah teman-teman
memperlakukannya
seperti orang yang
dikucilkan, sikap sang
guru juga kurang baik
kepadanya (karena Tigor
memang bukan siswa
teladan di sekolahnya).
Akhirnya Tigor membuat
keputusan untuk berhenti
sekolah. Ia hanya
mempunyai ijazah SMP
dan tambah menjadi-jadi
kehidupan malam
dijalaninya di usianya yang
baru 16 tahun itu. Suatu
hari yang paling membuat
orang tuanya shock
adalah Tigor yang baru
pulang dari Samarinda,
membawa Liza pacarnya
ke rumah. Saat itu
memang sang kakak
sedang nginap juga di
rumahnya. Ketika ditanya
oleh orang tuanya,
katanya si Liza akan
menginap semalam, mau
jalan-jalan dulu di
Balikpapan, tidurnya
bareng kakaknya saja.
Ketika orang tuanya
menanyai Liza apakah
sudah ijin kepada orang
tuanya, Liza bilang sudah.
Walau masih sedikit curiga
karena Liza masih
menggunakan seragam
pramuka, namun orang
tua Tigor cukup lega
karena menurut Liza ia
sudah meminta ijin
sebelum ke Balikpapan.
Sampai kemudian terjadi
kehebohan besar.
Tantenya Tigor telpon ke
rumah menanyai Tigor
tentang keberadaan Liza
karena orang tua Liza
membuat ribut di rumah
tantenya tersebut. Ketika
mengetahui Tigor
membawa Liza ke
Balikpapan, tantenya
langsung menyuruh
mamanya Liza berbicara
sendiri kepada ibunya
Tigor. Ibu meminta
mamanya Liza untuk tidak
terlalu khawatir, namun
mamanya Liza tetap
bersikukuh meminta
alamat Tigor di
Balikpapan. Di tengah
tidur pulasnya Liza, jam 4
subhu, orang tuanya
menjemput
menggunakan taxi argo.
Mereka tampak sangat
khawatir karena Liza
adalah anak semata-
wayang mereka. Akhirnya
Liza dilarang orang tuanya
menemui Tigor lagi. Tigor
datang ke Samarinda
sudah tidak disambut baik
lagi oleh keluarganya Liza.
Orang tua Liza tidak suka
Tigor bergaul dengan Liza
karena Tigor hanyalah
seorang yang lulusan
SMP, dan seorang punker.
Liza berasal dari keluarga
kaya. Tigor patah hati
berat dengan Liza. Tigor
mencoba untuk bunuh
diri, namun teman-teman
satu kumpulannya
mencegahnya. Kehidupan
Tigor tambah lekat pada
kehidupan punk.
Waktunya habis untuk
mengamen dan
berkumpul bersama anak-
anak punk di jalanan.
Puskib adalah tempat
berkumpulnya mereka.
Lampu merah adalah
tempat mereka
mengamen. Lagu andalan
anak-anak punk berjudul
“Punk Rock Jalanan”. Lagu
itu selalu Tigor nyanyikan
saat mengamen, karena
Tigor merasa bahwa lagu
itu sangat sesuai
untuknya, dia memang
seorang “Punk Rock
Jalanan”. Sewaktu orang
tuanya memohonnya
melepaskan diri dari punk,
Tigor berkata, “Bu,
mereka juga keluargaku.
Sewaktu motorku
kehabisan bensin di
kilometer 20-an, di
tengah hutan sana, aku
menghubungi
seorangpun temanku tak
ada yang bisa datang
menolongku, tapi ketika
aku menelpon Dedy,
salah seorang teman
punk, semua anak punk
Balikpapan datang
menghampiriku, jalan kaki
mereka dari kota demi
aku, menemaniku
mendorong motor
sampai aku bisa mengisi
bensin motorku. Aku
menangis dalam hati saat
itu. Karena sebenarnya
saat itu aku sudah ingin
lepas dari mereka. Saat
Liza meninggalkanku,
punk tidak pernah
meninggalkanku.”
Orang tuanya terharu dan
tidak sanggup berkata
apapun lagi. Punk
memang meresahkan
masyarakat, mungkin
karena mereka terkesan
urakan, tapi sikap
kekeluargaan mereka
terhadap sesamanya patut
diacungi jempol.
Begitulah kisah Tigor,
Punk Rock Jalanan.



SEKIAN.



Lyric punkrock jalanan Klik disini



THNX.

2 komentar: